Kemarin selama 4 hari berturut2 menghadiri pemutaran FFPK 2009. Mulai dari pembukaan sampai penutupan dan awarding. Nah apa oleh2 saya dari malam penganugerahan itu? Baiklah... sebelumnya ada 10 film yang masuk kompetisi. Nah ke-10 film itu di putar dan dinilai olah para penonton yang hadir dengan cara voting dan dinilai juga oleh para dewan juri. Juri FFPK tahun ini ialah Arief Ashshiddiq (Editor), Eric Santosa (Dosen Psikologi Budaya), dan Wendi Putranto (Editor majalah Rooling Stones). ketiga juri ini sepakat kalau pemenangnya ialah Film Anak-anak Lumpur, yang disutradarai Danial Rifki... wahhhh selamat!
Dan untuk penerima penghargaan Konfiden (berdasar hasil voting), Anak-anak Lumpur juga menang dalam perhitungan suara voting. Selamat!!!!!!
Saya tahu film ini dari penulis skenarionya Pidi (Perdana Kartawiyudha), bolak-balik dia sibuk jumpalitan untuk mengulik skenario film TA dia ini. Ubah inilah ubah itu lah...hihihi saya sekilas sudah baca ide cerita film ini. Kalo premis ceritanya itu bla..bla..bla...
Dan tibalah saya nonton film itu pertama kali di pemutaran pada perayaan ultah Serunya Scriptwriting Playgroup. Saya tercekat *halah bahasanya* feelnya dapet banget! Ah bilang aja kalo saya mau memuji film teman saya.... hehehehe.. bukan bukan seperti itu, lupakan kalo pembuatnya saya kenal, lupakan kalo saya pernah tahu premis ceritanya. Saya benar2 menikmati film ini.
Bagaimana sebuah bencana Lumpur Lapindo yang melanda Sidorajo, dibuat tetap dramatis, mengharukan, memiriskan tapi tidak terkesan menye2 atau pun cengeng. Itulah nilai lebih film ini. Fakta yang ada di film ini, benar2 sudah di riset oleh pembuatnya*untuk riset menghabiskan berbulan*. Dari kondisi pengungsi yang rumahnya sudah kerendam lumpur, gimana penanganan pemerintah yang membuat mereka terkatung2, penyakit yang melanda seluruh pengungsi, akses yang putus dan sulit, fenomena wisata bencana yang mendadak ngetrend pada saat bencana ini mencuat di media. Iyah semua hal yang muncul karena efek bencana ini tidak diceritakan secara gamblang sekali karena ini bukan liputan berita di tivi. Tapi dikemas sedemikian rupa pada ceritanya sehingga mampu memperkuat drama dari cerita ini. Itulah yang saya suka..
Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak pengungsi bersama para sahabatnya bagaimana mereka mempertahankan "harta" yang masih mereka miliki.Entah itu rumah mereka, harta benda mereka, orang tua mereka, persahabatan, hingga rasa cinta *halah*. Agak tidak terlalu kelihatan sih tentang rasa cinta itu. Penulisnya berkata bahwa sang tokoh utama itu memiliki rasa pada sahabatnya (wulan) namun seperti yang terlihat ada kisah cinta segitiga khas anak2 diantara mereka. Tapi kok saya ndak merasakan feel itu ya? Saya malah hanya melihat mereka itu cuma anak2 yang bersahabat dan doyan main ditengah kesedihan akan musibah. Ini menurut saya sih...
Saya juga suka opening cerita, dengan muatan lokal tentunya full boso suroboyoan yang bikin saya selalu ketawa ngakak. Dan itu menghanyutkan saya sampe akhir film. *ah film ini sukses bikin saya kangen suroboyo*
Satu lagi efek saya tercekat, speechless pas nonton ini ialah saat ada rapalan doa diawal dan akhir film.. iya doa selamat dunia akhirat yang umunya selalu mengalun di mushola2 atau mesjid2 di desa di daerah jawa timur. Scoring suara ini bikin makin menambah khidmat filmnya dan membangun emosi dalam film ini, sedih, miris, marah, kecewa, dan pasrah.
Saya mungkin tidak bercerita detil tentang filmnya. kalo saya ceritakan detil nanti spoiler banget hehehe.. mending nonton langsung saja film pendek ini. Film ini juga akan diputar di jiffest tanggal 6 desember jam 7 malam di Blitzmegaplex Grand Indonesia, masuk dalam Short's Film Indonesia.