Minggu, 31 Oktober 2010

Euphoria #PB2010 ala saya

Pesta telah berakhir dan ada euphoria di sana, ini kali ketiga saya hadir di Pesta Blogger di Jakarta. Tahun ini dilaksanakan di Epicentrum Walk, sebuah mol yang isinya (kebanyakan) tempat makan, dan belum selesai dibuat di sebuah kawasan elit di Kuningan Jakarta.

Berbekal pengalaman 2 tahun yang lalu, terus terang saya di tahun ini hanya memburu Kopdar! Iya kopdar sama orang2 yang belum pernah saya temui via offline karena kesibukan masing2 dan jauhnya tempat berdomisili para onliners tersebut. Saya merasakan tahun ini agak sepi dari para onliners diluar kota Jakarta. Mungkin miniPB tiap daerah lumayan membantu teman2 di kota itu untuk merasakan PB tanpa harus ke kota Jakarta. (kan lumayan irit ongkos dan biaya hidup selama di jakarta tho?) Dan mungkin kejenuhan beberapa blogger yang sudah sering datang, sehingga tahun ini memilih tidak datang. Ah untuk masalah itu saya tidak mau membahasnya lebih lanjut.

Saya sama sekali gak ikut rundown acara yang telah di bagikan, dari awal saya udah niat cuma untuk kopdar hehe, jadi kalo ditanya kalo saya kemarin ikut kelas apa, hahaha keknya gak bakal bisa saya jawab kemarin. Apalagi jika ditanya PB kemarin temanya apa? ah lebih baik ceklah web PB sendiri kalo itu hehehe..Tapi justru saya menikmati apabila PB diberikan kebebasan seperti itu. Berikut ini ialah euphoria PB yang masih membekas buat saya..

Efek salah satu euphoria pesta ini:
  1. Saya jadi minder ketemu temen2 baru, atau ketemu para blogger pujaan saya. Jadi pagi ini banyak sekali penyesalan kenapa saya kemarin gak ngotot muterin area untuk mencari yang berinisial nama si Anuh atau Anuh atau anuh.. padahal saya selama ini selalu kagum sama tulisan2 mereka (entah di blog maupun di twitter dan jalur sosial media lain). Apalah daya, penyesalan selalu datang belakangan dan saya hanya berharap: Ulang lagi dong hari kemarin! crying
  2. Saya menjadi lupa jika punya hape berkamera, dan efeknya saya jadi malah sibuk terjepret di kamera teman2 lain dan tak sedikitpun saya menyimpan gambar di hape saya. (halah bilang aja numpang eksis hahaha) rolling on the floor Bodoh! dan pagi ini saya terpaksa mengemis hasil jepretan kemarin ke teman2 saya.
  3. Saya masih tetap pengejar gratisan! Dapet minuman gratis Beer Orange, makan gratis Hungry, pin gratis, bolpen gratis, stiker, ini, itu doorprise dll.. Walau demi goodiebag saya tetep merogoh kocek tiket masuk sebesar 50rebu. tapi tak apalah karena banyak teman yang tidak dapat, karena sudah kehabisan.
  4. Lupa nama!saya ini punya kelemahan sulit mengingat nama orang kalo cuma 1 kali ketemu, apalagi kalo nama tidak disebutkan secara jelas, jadi banyak banget yang saya inget muka tapi lupa nama! Ninja

Secara keseluruhan saya suka dengan kopdar akbar ini.. setidaknya semua yang punya kesibukan sendiri2 itu punya 1 hari dimana akhirnya menyediakan waktu untuk ketemu di sebuah tempat dan bebas berlama-lama di sana. Andai kemarin saya bisa nafsu makan, dan sedang dalam kondisi tidak sakit pasti deh kucari kalian sampe ketemu! (tetep getun ndak ketemu beberapa idola di pebe kemarin). Lonely

gambar diambil dari sini

Kamis, 14 Oktober 2010

Bikin Festival Film itu gak gampang


Bikin Festival Film itu ndak gampang, dan alasan kenapa harus ada Festival Film itu juga bukan sebuah pertanyaan yang mudah di jawab.

Melalui situsnya Jiffest (Jakarta International Film Festival) mereka menyatakan jika Jiffest ke 12 yang direncanakan terselenggara 27 November-3 Desember terancam gagal dan bubar gara2 masalah pendanaan. Masalah dana selalu menjadi masalah pelik di semua festival film. Dari yang sederhana yang bersifat kedaerahan atau yang skala internasional seperti Jiffest ini.

Loh memangnya jiffest gak bisa cari sponsor apa? Beberapa orang protes dengan adanya gerakan kampanye #SaveJiffest di berbagai media social. Dan merasa gerakan #SaveJiffest ini gak tepat, sementara ada banyak yang harusnya lebih layak di bantu di negara ini daripada pemerintah harus menuruti membantu Jiffest.

Jadi gini, selama ini Jiffest bisa berjalan dengan baik karena mereka mempunyai donatur dan sponsor dari luar negeri. Tapi setelah 10 tahun kontrak sponsor pun habis. Dan walau mencari dana dari sana-sini pun tetap belum bisa menutupi dana operasional festival. Jiffest setiap tahunnya minta dukungan dari pemerintah, tapi ya tahu sendiri lah bagaimana birokrasi dan banyak kepentingan yang ada di sana. Akhirnya masalah prioritas lah yang menjawab. Mungkin ini saatnya buat Jiffest untuk mencari dana lagi ke tempat lain atau bahkan menggalang dana dari penonton yang haus akan festival film alternatif.

Kenapa jiffest harus ada? Jiffest ialah salah satu festival film internasional terbesar di Asia Tenggara. Sudah mendatangkan banyak film alternatif dari berbagai negara yang film2 itu belum tentu bisa masuk ke jalur bioskop di Indonesia. Di jiffest ada workshop, master class, dan diskusi untuk mengapresiasi film yang memperkaya pengetahuan film di Indonesia. Dan biasanya pengisi workshopnya pun datang dari beberapa ahli film dari luar negeri dan negeri sendiri. Di festival ini pula film2 pendek anak negeri pun juga diputar dan diapresiasi, tidak hanya film2 layar lebar yang telah punya nama.

Mungkin untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di situs mereka.

Kalau saya melihat kasus ini tidak heran, festival film di manapun itu cuma kerja sosial saja, mereka ndak pernah mencari keuntungan, mereka ada untuk memberikan alternatif hiburan dan wawasan di masyarakat, mereka juga memperkaya penikmat dengan keanekaragaman gagasan dan budaya. Yah biar para penikmat itu pinter, gak cuma katak dalam tempurung, tapi bisa lebih terbuka dalam pemikiran. Dan bisa menginspirasi para pembuat film di Indonesia biar film di Indonesia lebih beragam dalam ide dan cerita (gak melulu cuma pocong dan seputar selangkangan mulu).

Bikin festival gak gampang, harus cari film kemana pun, jika ini festival internasional nyari filmnya pun juga sampe ke belahan dunia lain. Semua saling bertukar jejaring, nyari film di berbagai Negara. Lalu film2 itu dikurasi dan dimasukan dalam program, dalam sesi ini dipilih kira2 mana film yang cocok dengan kondisi di sini (Indonesia). Minjem film itu juga gak gratis, harus mengurus ijinnya dan pertanggung jawaban pada para pembuat filmnya.

Lalu mencari tempat pemutaran. Kesannya beberapa festival film itu terlalu eksklusif, kurang membumi. Ya karena tempat2 yang eksklusif itu yang bisa dengan terbuka menerima adanya pemutaran film yang layak. Seperti di bioskop Blitzmegaplex, atau beberapa pusat kebudayaan di Jakarta atau gedung kesenian. Sekali lagi itu juga gak gratis. Dan belum lagi jika pemutaran dilaksanakan selama beberapa hari.

Bukan cuma tempat pemutaran, ada pula tempat untuk diskusi, workshop, master class dan lain sebagainya. Kalau ditotal2 wajar lah jika bujet membengkak. Butuh volunteer yang banyak untuk mengurus semuanya agar berjalan dengan baik. Dan pada saat pelaksanaan gak jarang ada banyak kekurangan. (seperti yang pernah saya keluhkan tahun lalu).

Memangnya gak bisa tertutupi dari tiket nonton Jiffest? Tiket Jiffest itu berapa sih? 15.000 (kalo ndak salah, saya lupa soalnya) bahkan banyak pemutaran film yang gratis. Dengan pemasukan dari tiket segitu bisa menutupi biaya operasional darimana?

Lho tapi kan ini festival cuma di Jakarta doang? Dan sekali lagi yang menikmati cuma orang Jakarta aja! Ada kok Jiffest traveling yang memutarkan film2 dari berbagai Negara dan negeri sendiri ke kota2 lain selain Jakarta. Ke padang, medan, malang, jogja, solo, Makassar, Surabaya, dll

Setelah saya mengingat lagi semuanya dan saya sadar bahwa menyediakan hiburan alternatif yang bermutu itu ndak gampang, saya rasa #SaveJiffest ini tidak berlebihan kok. Ada banyak cara untuk membantu dan membangun Negara kan? Dan ada banyak cara untuk membangun dan membantu perfilman negeri ini :)

Untuk yang peduli dan ingin festival ini tetep ada bisa menyumbang ke:

Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia

No. 7420030091

BCA Percetakan Negara (untuk pembayaran dalam mata uang Rupiah)

Bukti pembayaran dapat kirimkan melalui alamat email info@jiffest.org atau jiffest@gmail.com, atau fax ke 021-31925360.

Sebagai catatan, tahun ini JIFFest membutuhkan pendanaan sekitar 2 miliar rupiah. Sampai saat ini, JIFFest masih memerlukan 1.5 miliar lagi untuk benar-benar bisa terselenggara.

Jika sampai pada tanggal 1 November belum terkumpul 1 miliar rupiah, maka dengan sangat menyesal penyelenggaraan JIFFest tahun ini ditunda sampai waktu yang belum dapat ditentukan.

Lagi2 saya curhat deh di sini, oh iya tulisan ini saya buat karena saya penikmat film2 Jiffest dan festival lainnya. Saya buat karena saya peduli dengan adanya festival film. Saya bukan panitia dan maaf jika saya terlihat sok tahu tentang ini, tapi saya tahu kinerja membuat festival karena saya pernah membuat festival film di daerah dan itu sulitnya bukan main (bahkan lebih sulit dari di Jakarta). Yah sedikit-banyak saya bisa curhat tentang kesulitannya :D hehe

Semoga Jiffest dan Festival film lainnya tetap bisa terselenggara ya... Amien...

Minggu, 03 Oktober 2010

Royston Tan show lah...

ahem... saya ketemu orgnya langsung pas pemutaran kemarin, tinggi besar, putih, ganteng sayang ndak doyan cewe Tears

Sabtu, 25 September 2010 saya menghadiri pemutaran Q Film Festival di CCF Salemba.. Sesi kali ini ialah Royston Show Lah... memutarkan 4 film pendek milik Royston Tan, sutradara asal Singapura.

Kalo dijelajahi lewat gugel banyaklah karya2 dia yang sudah mendunia bahkan menghebohkan! Ambillah contoh film pendeknya berjudul ‘15' yang menggambarkan daerah kumuh dan mafia di Singapura. Hal yang tabu untuk Negara Singapura dan akhirnya malah membuat film2 Royston dicekal dinegaranya sendiri karena alasan mengancam keamanan negeri. Bayang pun! Saya makin penasaran seperti apa filmnya dia yang ‘15' itu :D *tinggal dicari aja sih di gugel mudah2an dapet*


Sayangnya.. dalam pemutaran kemarin '15' tidak ada dalam listnya, tak membuat saya kecewa karena 4 film yang dibawanya bisa mengaduk2 perasaan saya dan bisa bikin mewek karena ingat ibu atau bapak dan bahkan bisa ngakak sengakak-ngakaknya karena film komedi satirnya yang nyelekit namun menghibur.


Saya beri sedikit ulasan dan komentar saya akan 4 filmnya ya :


Anniversary | 16 menit |2009|bahasa inggris

Ini film pendek tentang kesetiaan gay, lembut, indah dan manis menurut saya.. Saya sebagai cewe sih amat sangat dimanjakan dengan pemeran prianya yang ganteng2 semua.. begitu juga dengan pria2 yang duduk disebelah saya di dalam ruang sinema CCF hehehe....
Mungkin sebagian orang akan risih menonton dua pasang pria sedang memadu kasih tapi kalo untuk saya sih itu tidak terlalu mengganggu. (ya tinggal bayangin aja yang salah satu itu cewe :p masalah persepsi beres kan?)


Ceritanya sih tentang relationship antara 2 orang pria yang bentar lagi mau merayakan anniversary-nya. Kampanye tentang AIDS di sini juga kental sekali, malah saya pikir ini ialah film pendek kampanye tentang pemeriksaan dini AIDS.


Little Note|15 menit|2009
Ini film yang bikin saya mewek! crying
Menceritakan tentang hubungan ibu dan anak dari kecil hingga dia dewasa dan akhirnya harus pergi berpisah dengan sang ibu. Sebagai anak yatim, sang anak selalu diolok2 oleh teman2nya di sekolah namun sang ibu selalu mendukung dan meyakinkan pada anak untuk "Tidak takut".


Sons|10 menit|2000|bahasa china teks inggris
Hampir mirip dengan cerita Little Note, bedanya ini bapak dan anak dan cara penceritaan dari sisi sang Bapak. Lagu mandarin yang mengiringi film ini bikin ngantuk dan membosankan. Dan seperti itulah sang Bapak sebegitu membosankannya untuk si anak. Maka Bapaknya tak pernah dianggap, masakannya tak pernah dimakannya dan pulang ke rumah pun jarang. Hingga yang dirasakan ialah kesepian yang amat sangat untuk si bapak.Penuturan ceritanya seperti berpuisi (dlm bahasa mandarin) di bacakan oleh sang bapak. Kalo benar2 menyimak film ini (dalam kantuk tentunya) sungguh kata2nya indah dan mendalam sekali... 


Cut|16 menit|2004

Ini dia film yang bikin aya ngakk guling2, film ini mengkritisi masalah sensorship di Singapura. Semuanya diceritakan jelas di film ini dengan komedi dan tari (operet). Satu yang paling saya tangkap: Lembaga sensor Singapura menyensor film2 yang masuk untuk melindungi masyarakat singapura tapi siapakah yang melindungi Lembaga Sensor Singapura itu sendiri? Hahaha sumpah gw ngakak pas dengar statement itu.


Yang mengganggu dari film ini, tanpa teks Indonesia dan pemain mengucapkan bahasa inggris singapur dengan cepat, saya jadi harus tanya sana sini dulu biar ngerti :p hehe..

Oh iya film ini juga mendapat reaksi dan kecaman keran sari pemerintah Singapura, karena amat sangat mengkritik lembaga sensor mereka.


Usai nonton film2 Royston saya memuji dia untuk seluruh scoring lagu di semua filmnya, benar2 menyatu dengan film dan mampu membangkitkan emosi. Dan alur ceritanya pun pas tidak terlalu berlebihan dan banyak momen2 yang bisa bikin penonton langsung bereaksi melihatnya. Satu lagi catatan saya untuk film2 Royston, terutama Little Note dan Sons fotografinya bagus sekali.. memanjakan mata, tanpa harus saya kehilangan jalan cerita untuk mengaguminya.


Kok sepertinya saya terlalu memujinya ya? Heheh enggak juga kok, satu yang mengganggu saya ialah film2nya bersih, gambar dengan pencahayaan baik, kesannya seperti drama2 korea atau jepang yang sering saya tonton. Tak ada cacat sedikit pun. Menurutku sih kelebihannya yang berlebihan itulah kekurangannya...

Sekian laporan saya dari QFilm Festival, saya bersyukur bisa nonton sebelum terjadi demo dari FPI. heran banget padahal festival ini sudah diselenggarakan bertahun2 dan FPI ndak pernah bermasalah dg ini tapi tahun ini QFest mendadak jadi masalah. Bingung sama FPI semua2 dipermasalahkan? Curiga ini sengaja diangkat karena pengalihan isu deh...

Tapi dampak dari demo kemarin itu cukup besar buat penyelenggaraan QFest sad jadwal jadi kacau balau, sudah tidak sesuai lagi dengan jadwal yang dipampang di web mereka. Padahal banyak list film bagus yang saya nantikan pemutarannya. Juga dampak lainnya mundurnya The Japan Foundation dalam penyelenggaraan, praktis jadwal di Japan Foundation batal semua dan pemutaran cuma bisa dilakukan di Goethe House, CCF, Erasmus Huis dan Kineforum saja.

Gak mau berbanyak kata atas kejadian kemarin. Toh festival ini sudah selesai dan tetap berjalan walau ada perubahan di sana-sini. Tapi saya salut sama panitianya! RockBikin festival itu tidak mudah, dan saya pernah merasakannya. Kuharap Q Film Fest tetap bisa diadakan tahun depan.

* gambar diambil dari hasil googling
**artikel ini juga diposting di bicarafilm.com