
Bikin Festival Film itu ndak gampang, dan alasan kenapa harus ada  Festival Film itu juga bukan sebuah pertanyaan yang mudah di jawab. Melalui situsnya Jiffest (Jakarta International Film Festival)  mereka menyatakan jika Jiffest ke 12 yang direncanakan terselenggara 27  November-3 Desember  terancam gagal dan bubar gara2 masalah pendanaan. Masalah dana selalu menjadi masalah pelik di semua festival film. Dari yang sederhana yang bersifat kedaerahan atau yang skala internasional seperti Jiffest ini.
 Loh memangnya jiffest gak bisa cari sponsor apa? Beberapa orang  protes dengan adanya gerakan kampanye #SaveJiffest di berbagai media  social. Dan merasa gerakan #SaveJiffest ini gak tepat, sementara ada  banyak yang harusnya lebih layak di bantu di negara ini daripada  pemerintah harus menuruti membantu Jiffest.
 Jadi gini, selama ini Jiffest bisa berjalan dengan baik karena mereka  mempunyai donatur dan sponsor dari luar negeri. Tapi setelah 10 tahun  kontrak sponsor pun habis. Dan walau mencari dana dari sana-sini pun  tetap belum bisa menutupi dana operasional festival. Jiffest setiap  tahunnya minta dukungan dari pemerintah, tapi ya tahu sendiri lah  bagaimana birokrasi dan banyak kepentingan yang ada di sana. Akhirnya  masalah prioritas lah yang menjawab. Mungkin ini saatnya buat Jiffest  untuk mencari dana lagi ke tempat lain atau bahkan menggalang dana dari  penonton yang haus akan festival film alternatif.
 Kenapa jiffest harus ada? Jiffest ialah salah satu festival film  internasional terbesar di Asia Tenggara. Sudah mendatangkan banyak film  alternatif dari berbagai negara yang film2 itu belum tentu bisa masuk ke  jalur bioskop di Indonesia. Di jiffest ada workshop, master class, dan  diskusi untuk mengapresiasi film yang memperkaya pengetahuan film di  Indonesia. Dan biasanya pengisi workshopnya pun datang dari beberapa  ahli film dari luar negeri dan negeri sendiri. Di festival ini pula  film2 pendek anak negeri pun juga diputar dan diapresiasi, tidak hanya  film2 layar lebar yang telah punya nama.
 Mungkin untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di situs mereka.
 Kalau saya melihat kasus ini tidak heran, festival film di manapun  itu cuma kerja sosial saja, mereka ndak pernah mencari keuntungan,  mereka ada untuk memberikan alternatif hiburan dan wawasan di  masyarakat, mereka juga memperkaya penikmat dengan keanekaragaman  gagasan dan budaya. Yah biar para penikmat itu pinter, gak cuma katak  dalam tempurung, tapi bisa lebih terbuka dalam pemikiran. Dan bisa  menginspirasi para pembuat film di Indonesia biar film di Indonesia  lebih beragam dalam ide dan cerita (gak melulu cuma pocong dan seputar selangkangan mulu).
 Bikin festival gak gampang, harus cari film kemana pun, jika ini  festival internasional nyari filmnya pun juga sampe ke belahan dunia  lain. Semua saling bertukar jejaring, nyari film di berbagai Negara.  Lalu film2 itu dikurasi dan dimasukan dalam program, dalam sesi ini  dipilih kira2 mana film yang cocok dengan kondisi di sini (Indonesia).  Minjem film itu juga gak gratis, harus mengurus ijinnya dan pertanggung  jawaban pada para pembuat filmnya.
 Lalu mencari tempat pemutaran. Kesannya beberapa festival film itu  terlalu eksklusif, kurang membumi. Ya karena tempat2 yang eksklusif itu  yang bisa dengan terbuka menerima adanya pemutaran film yang layak.  Seperti di bioskop Blitzmegaplex, atau beberapa pusat kebudayaan di  Jakarta atau gedung kesenian. Sekali lagi itu juga gak gratis. Dan belum  lagi jika pemutaran dilaksanakan selama beberapa hari.
 Bukan cuma tempat pemutaran, ada pula tempat untuk diskusi, workshop,  master class dan lain sebagainya. Kalau ditotal2 wajar lah jika bujet  membengkak. Butuh volunteer yang banyak untuk mengurus semuanya agar  berjalan dengan baik. Dan pada saat pelaksanaan gak jarang ada banyak  kekurangan. (seperti yang pernah saya keluhkan tahun lalu).
 Memangnya gak bisa tertutupi dari tiket nonton Jiffest? Tiket Jiffest  itu berapa sih? 15.000 (kalo ndak salah, saya lupa soalnya) bahkan  banyak pemutaran film yang gratis. Dengan pemasukan dari tiket segitu  bisa menutupi biaya operasional darimana?
 Lho tapi kan ini festival cuma di Jakarta doang? Dan sekali lagi yang  menikmati cuma orang Jakarta aja! Ada kok Jiffest traveling yang  memutarkan film2 dari berbagai Negara dan negeri sendiri ke kota2 lain  selain Jakarta.  Ke padang, medan, malang, jogja, solo, Makassar,  Surabaya, dll
 Setelah saya mengingat lagi semuanya dan saya sadar bahwa menyediakan  hiburan alternatif yang bermutu itu ndak gampang, saya rasa  #SaveJiffest ini tidak berlebihan kok. Ada banyak cara untuk membantu  dan membangun Negara kan? Dan ada banyak cara untuk membangun dan  membantu perfilman negeri ini :)
 Untuk yang peduli dan ingin festival ini tetep ada bisa menyumbang ke:
 Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia
 No. 7420030091
 BCA Percetakan Negara (untuk pembayaran dalam mata uang Rupiah)
 Bukti pembayaran dapat kirimkan melalui alamat email info@jiffest.org atau jiffest@gmail.com, atau fax ke 021-31925360.
 Sebagai catatan, tahun ini JIFFest membutuhkan pendanaan sekitar 2  miliar rupiah. Sampai saat ini, JIFFest masih memerlukan 1.5 miliar lagi  untuk benar-benar bisa terselenggara.
 Jika sampai pada tanggal 1 November belum terkumpul 1 miliar rupiah,  maka dengan sangat menyesal penyelenggaraan JIFFest tahun ini ditunda  sampai waktu yang belum dapat ditentukan.
 Lagi2 saya curhat deh di sini, oh iya tulisan ini saya buat karena  saya penikmat film2 Jiffest dan festival lainnya. Saya buat karena saya  peduli dengan adanya festival film. Saya bukan panitia dan maaf jika  saya terlihat sok tahu tentang ini, tapi saya tahu kinerja membuat  festival karena saya pernah membuat festival film di daerah dan itu  sulitnya bukan main (bahkan lebih sulit dari di Jakarta). Yah sedikit-banyak saya bisa curhat tentang kesulitannya :D hehe
 Semoga Jiffest dan Festival film lainnya tetap bisa terselenggara ya... Amien...